makalah
perekonomian 2 sektor
BAB I
PENDAHULUAN
Perekonomian
dua sektor merupakan penyederhanaan dalam mempelajari sistem perekonomian
secara keseluruhan. Keseimbangan dalam perekonomian dua sektor merupakan
keseimbangan dari sisi pendapatan dan sisi pengeluaran yang dilakukan oleh
sektor rumah tangga dan sektor swasta, dengan mengabaikan sektor pemerintah dan
sektor luar negeri.
Perilaku
pengeluaran yang dilakukan oleh sektor rumah tangga bisa dilakukan dengan
membuat fungsi konsumsi dan fungsi tabungan, untuk melihat bagaimana perubahan
pendapatan terhadap tingkat pengeluaran konsumsi dan tabungan. Kecenderungan
bagi sektor rumah tangga untuk melakukan konsumsi disebut dengan Marginal
Propensity to Consume (MPC). Sedangkan kecenderungan bagi sektor rumah tangga
untuk melakukan tabungan disebut dengan Marginal Propensity to Save (MPS).
Uraian dalam makalah ini bertujuan untuk melihat dengan lebih mendalam lagi dan
membuktikan bahwa tingkat kegiatan ekonomi bergantung kepada tingkat
pengeluaran agregat yang dilakukan oleh seluruh golongan masyarakat dan dibahas
penentuan tingkat kegiatan ekonomi dalam suatu perekonomian dua sector atau
perekonomian sederhana. Tingkat kegiatan ekonomi dalam perekonomian yang lebih
maju dan lebih rumit corak kegiatannya. Uraian ini menjelaskan mengenai
bagaimana pengeluaran agregat akan menentukan tingkat kegiatan ekonomi
dinamakan : analisa tingkat keseimbangan perekonomian Negara atau analisa
penentuan tingkat pendapatan Nasional.
BAB II
ISI
Perekonomian dua sektor adalah perekonomian yang terdiri dari sektor perusahaan
dan sektor rumah tangga. Dalam perekonomian tidak terdapata pajak dan
pengeluaran pemerintah. Perekonomian itu juga tidak melakukan perdagangan luar negeri
dan dengan demikian perekonomian itu tidak melakukan kegiatan ekspor dan impor.
Dalam perekonomian dua sektor sumber pendapatan yang diperoleh rumah tangga
adalah dari perusahaan. Pendapatan ini meliputi gji, upah, sewa, bunga dan
keuntungan adalah sama nilainya dengan pendapatan nasional. Dan oleh karena itu
pemerintah tidak memungut pajak maka pendapatan nasional (Y) adalah sama dengan
pendapatan disposebel (Yd) atau Y = Yd.
Pendapatan
yang digunakan rumah tangga akan digunakan untuk dua tujuan yaitu untuk
pengeluaran konsumsi dan ditabung. Tabungan ini akan dipinjamkan kepada penanam
modal atau nvestor dan akan digunakan untuk memebeli barang – barang modal
seperti mesin – mesin, peralatan produksi lain, mendirikan bangunan pabrik dan
bangunan kantor.
Ciri-ciri
aliran pendapatan dalam perekonomian dua sektor
1. Sebagai
balas jasa kepada penggunaan faktor-faktor produksi yang dimiliki sektor rumah
tangga oleh sektor perusahaan, sektor rumah tangga akan memperoleh aliran
pendapatan berupa gaji, upah, sewa, bunga, dan untung.
2. Sebahagian
besar dari berbagai jenis pendapatan yang diterima oleh sektor rumahtangga akan
di gunakan untuk konsumsi, yaitu membeli barang-barang dan jasa-jasa yang di
hasilkan oleh sektor perusahaan.
3. Sisa dari
berbagai jenis pendapatan rumahtangga yang tidak di gunakan untuk pengeluaran
konsumsi akan di tabung dala institusi-institusi keuangan.
4. Pengusaha-pengusaha
yang memerlukan modal untuk melakukan investasi akan meminjam tabungan yang
dikumpulkan oleh institusi-institusi keuangan dari sektor rumahtangga.
A.Hubungan
Antara konsumsi Dan Pendapatan
Daftar konsumsi dan tabungan
rumahtangga (dalam ribu rupiah).
Pendapatan disposible (Yd)
(1)
|
Pengeluaran konsumsi (C)
(2)
|
Tabungan (S)
(3)
|
0
|
125
|
-125
|
100
|
200
|
-100
|
200
|
275
|
-75
|
300
|
350
|
-50
|
400
|
425
|
-25
|
500
|
500
|
0
|
600
|
575
|
25
|
700
|
650
|
50
|
800
|
725
|
75
|
900
|
800
|
100
|
1000
|
875
|
125
|
Ciri khas dari hubungan di antara pendapatan disposable, pengeluaran konsumsi
dan tabungan, yaitu ;
1) Pada
pendapatan yang rendah rumahtangga mengorek tabungan.
Pada
waktu pendapatan disposable adalah (Yd = 0), pengeluaran konsumsi adalah Rp 125
ribu. Ini berarti rumahtangga harus menggunakan harta atau tabungan masa lalu
untuk membiayai pengeluaran konsumsinya. Tabungan negative atau mengorek
tabungan akan selalu dilakukan oleh rumahtangga apabila pendapatannya masih di
bawah Rp 500 ribu.
2) Kenaikan
pendapatan menaikkan pengeluaran konsumsi.
Biasanya
pertambahan pendapatan adalah lebih tinggi daripada pertambahan konsumsi.
Contoh dalam table 4.1 menunjukkan apabila pendapatan bertambah sebanyak Rp 100
ribu, konsumsi bertambah sebanyak Rp 75 ribu. Sisa pertambahan pendapatan itu
(Rp 25 ribu) ditabung.
3) Pada
pendapatan yang tinggi rumahtangga menabung.
Disebabkan
pertambahan pendapatan selalu lebih besar dari pertambahan konsumsi, maka pada
akhirnya rumahtangga tidak “mengorek tabungan”. Ia akan mampu menabung,
sebahagian dari pendapatannya. Table 4.1 menunjukkan apabila pendapatan
rumahtangga lebih dari Rp 500 ribu, konsumsinya lebih rendah dari
pendapatannya. Sebagai contoh, pada pendapatan Rp 900 ribu, konsumsinya adalah
Rp 800 ribu dan ini menunjukkan rumah tangga sudah menabung sebanyak Rp 100
ribu.
Þ Kecondongan
Mengkonsumsi dan Menabung
Untuk memahami dengan baik sifat hubungan di antara pendapatan disposibel
dengan konsumsi, dan pendapatan disposebel dengan tabungan perlulah di
terangkan dua konsep penting beikut:
a. MPC (
Marginal Propensity to Consume )
: perbandingan
di antara pertambahan konsumsi (∆C) yang dilakukan dengan pertambahan
pendapatan disposebel (∆Yd) yang diperoleh.
MPC = ∆C
∆Yd
b. APC (
Average Propensity to Consume )
: perbandingan
diantara tingkat konsumsi (C) dengan tingkat pendapatan disposebel ketika
konsumsi tersebut dilakukan (Yd).
APC = C
Yd
c. Contoh
Menghitung MPC dan APC
Pendapatan
disposebel (Yd)
(1)
|
Pengeluaran
konsumsi (C)
(2)
|
Kecondongan
Mengkonsumsi Marjinal (MPC)
(3)
|
Kecondongan
Mengkonsumsi Rata-rata (APC)
(4)
|
Contoh
1 : MPC Tetap
|
|||
Rp
200 ribu
Rp
400 ribu
Rp
600 ribu
Rp
800 ribu
|
Rp
300 ribu
Rp
450 ribu
Rp
600 ribu
Rp 750 ribu
|
150
/ 200 = 0,75
150
/ 200 = 0,75
150
/ 200 = 0,75
|
300/
200 = 1,50
450
/ 400 = 1,125
600
/ 600 = 1,00
750
/ 800 = 0,937
|
Contoh
2 : MPC Makin Kecil
|
|||
Rp
200 ribu
Rp
400 ribu
Rp
600 ribu
Rp
800 ribu
|
Rp
300 ribu
Rp
460 ribu
Rp
610 ribu
Rp 750 ribu
|
160
/ 200 = 0.80
150
/ 200 = 0,75
140
/ 200 = 0.70
|
300/
200 = 1,50
460
/ 400 = 1,15
610
/ 600 = 1,017
750
/ 800 = 0,937
|
Dalam contoh 1 digambarkan pendapatan disposebel dalam kolom (1) selalu
bertambah sebanyak Rp 200 ribu dan ini mengekibatkan konsumsi , yang
ditunjukkan dalam kolom (2) , juga senantiasa bertambah sebnyak Rp 150 ribu.
Maka MPC , yang ditunjukkan kolom (3) adalah 0,75 dan dibuktikan dengan
penghitungan berikut :
MPC = ∆C = 150
ribu = 0,75
∆Yd 200
ribu
Dalam contoh 2 digambarkan pendapatan disposebel juga selalu bertambah sebanyak
Rp 200 ribu, tetapi kenaikan konsumsi rumah tangga makin kecil pertambahannya.
Sifat hubungan diantara pertambahan pendapatan disposebel dan konsumsi adalah :
a. Apabila
pendapatan disposebel bertambah dari Rp 200 ribu menjadi Rp 400 ribu, konsumsi
naik dari Rp 300 ribu menjadi Rp 460 ribu. Pada perubahan pendapatan dan
konsumsi ini MPC adalah :
(
460 – 300 ) / ( 400 – 200 ) = 0,8
b. Apabila
pendapatan disposebel bertambah dari Rp 400 ribu menjadi Rp 600 ribu, konsumsi
bertambah dari Rp 460 ribu menjadi Rp 610 ribu. Maka MPC :
(
610 – 460 ) / ( 600 – 400 ) = 0,75
c. Apabila
pendapatan disposebel bertambah dari Rp 600 ribu menjadi Rp 800 ribu, konsumsi
bertambah dari Rp 610 ribu menjadi Rp 750 ribu. Maka MPC :
(
750 – 610 ) / ( 800 – 600 ) = 0,70
Untuk
penhitungan APC dapat dilihat pada kolom (4). Dari contoh 1 dan 2 dapat dilihat
bahwa APC berubah-rubah nilainya, dan nilainya makin lama makin rendah. Apabila
Yd lebih kecil dari C, maka APC lebih besar dari 1 (sebagai contoh pada
Yd = Rp 200 ribu , C = Rp 300 ribu, maka APC = 300 / 200 = 1,5 ) ; dan apabila
Yd lebih besar dari C, maka APC lebih kecil dari 1 (sebagai contoh pada
Yd = Rp 800 ribu, C = Rp 750 ribu, maka APC = 750 / 800 = 0,9375).
Kecondongan
Menabung Marjinal
1. MPS
( Marginal propensity to save ) atau Kecondongan menabung marginal
Adalah
perbandingan diantara perubahan tabungan ( S ) dengan pertambahan
pendapatan disposebel ( Yd ).
Nilai
MPS dihitung dengan menggunakan rumus :
MPS = ( S )
( Yd
)
2. APS
( Average propensity to save ) atau Kecondongan menabung rata-rata
Adalah
perbandingan di antara tabungan ( S ) dengan pendapatan diposebel ( Yd )
Nilai
APS dapat dihitung dengan menggunakan rumus
APS = S
Yd
Contoh 1 : MPS Tetap
Pendapatan
Disposebel
(
Yd )
|
Pengeluaran
Konsumsi
(
C )
|
Tabungan
(
S )
|
MPS
|
APS
|
1.Rp
200 ribu
|
Rp
300 ribu
|
Rp
-100 ribu
|
-
|
-100/200
= -0,50
|
2.Rp
400 ribu
|
Rp
450 ribu
|
Rp
- 50 ribu
|
50/200
= 0,25
|
-50/400
= -0,25
|
3.Rp
600 ribu
|
Rp
600 ribu
|
Rp 0
ribu
|
50/200
= 0,25
|
0/600
= 0
|
4.Rp
800 ribu
|
Rp
750 ribu
|
Rp 50
ribu
|
50/200
= 0,25
|
50/800
= 0,0625
|
Contoh
2 : MPS Makin Besar
Pendapatan
Disposebel
(
Yd )
|
Pengeluaran
Konsumsi
(
C )
|
Tabungan
(
S )
|
MPS
|
APS
|
1.Rp
200 ribu
|
Rp
300 ribu
|
Rp -100
ribu
|
-
|
-100/200
= -0,50
|
2.Rp
400 ribu
|
Rp
450 ribu
|
Rp - 60
ribu
|
40/200
= 0,20
|
-60/400
= -0,15
|
3.Rp
600 ribu
|
Rp
600 ribu
|
Rp -10
ribu
|
50/200
= 0,25
|
-10/600
= -0,017
|
4.Rp
800 ribu
|
Rp
750 ribu
|
Rp 50
ribu
|
60/200
= 0,30
|
50/800
= 0,0625
|
Berdasarkan pada data tersebut MPS adalah seperti yang ditunjukan dalam
perhitungan di bawah ini :
a. Apabila
pendapatan disposebel bertambah dari Rp 200 ribu menjadi Rp 400 ribu, tabungan
berubah dari Rp -100 ribu menjadi Rp -60, maka MPS = { (-60 )–
(-100)/(400-200)} = 0,20
b. Apabila
pendapatan disposebel bertambah dari Rp 400 ribu menjadi Rp 600 ribu, tabungan
berubah dari Rp -60 ribu menjadiRp -10, maka MPS = { (-10 )–
(-60)/(600-400)} = 0,25
c. Apabila
pendapatan disposebel bertambah dari Rp 800 ribu menjadi Rp 600 ribu, tabungan
berubah dari Rp -10 ribu menjadiRp 50, maka MPS = { (50 )– (-10)/800-600}
= 0,30
Dari tabel contoh 1 dam 2 ini dapat kita lihat bahwa nilai APS semakin besar
apabila pendapatan disposebel bertambah. Pada mulanya nilainya negative, karena
rumah tangga masih melakukan “ mengorek tabungan atau “dissaving” .
Dibawah
ini ditunjukan dua contoh perhitungan APS
a. Dalam
contoh 1, apabila pendapatan disposebel adalah Rp 200 ribu, tabungan adalah Rp
-100, maka APS adalah S/Y = -100/200 = -0,5
b. Dalam
Contoh 2, apabila pendapatan disposebel adalah Rp 400 ribu, tabungan adalah Rp
-60, maka APS adalah S/Y = -60/400 = -0,15
Jadi
dapat diambil kesimpulan bahwa Pendapatan disposebel sangat mempengaruhi jumlah
Kosumsi dan Tabungan sehingga MPS dan APS juga akan mengalami perubahan.
Hubungan
diantara Kecondongan mengkonsumsi dan Menabung Bukti MPS + MPC = 1 dan APC +
APS = 1
Pembuktian dengan aljabar dapat kita lihat dari bahwa pendapatan disposebel
sama dengan konsumsi rumah tangga ditambah dengan tabungan rumah tangga. Dalam
persamaan :
Yd
= C + S
Apa
bila persaman tersebut kita bagi dengan Yd, maka :
Yd = C + S
Yd Yd Yd
1 =
APC+APS ……terbukti
Karena
C/Yd = APC
S/Yd
= APS
Hal ini juga terjadi apabila rumah tangga mengalami kenaikan pendapatan maka
konsumsi dan tabungan akan bertambah. Hubungan diantara pertambahan pendapatan,
pertambahan konsumsi dan pertambahan tabungan dapat dinyatakan dengan
menggunakan persamaan berikut :
∆Yd
= ∆C + ∆S
Apabila masing – masing komponen dari persamaan di atas di bagi oleh ∆Yd,
maka akan diperoleh :
∆Yd = ∆C + ∆S
∆Yd ∆Yd ∆Yd
1 =
MPC + MPS…..terbukti
Karena
∆C/∆Yd = MPC
B. FUNGSI KONSUMSI DAN
TABUNGAN
Fungsi komsumsi adalah suatu kurva yang menggambarkan sifat hubungan di
antara tingkat komsumsi rumah tangga dalam perekonomian dengan
pendapatan nasional (pendapatan disposebel) perekonomian tersebut.
Fungsi tabungan adalah suatu kurva yang menggambarkan sifat hubungan di antara tingkat tabungan rumah tangga dalam perekonomian dengan pendapatan nasional (pendapatan disposebel) perekonomian tersebut.
Fungsi tabungan adalah suatu kurva yang menggambarkan sifat hubungan di antara tingkat tabungan rumah tangga dalam perekonomian dengan pendapatan nasional (pendapatan disposebel) perekonomian tersebut.
Pendapatan
Nasional Dalam Keseimbangan
Y
= C + S
Pendapatan Nasional
|
Konsumsi
|
Tabungan
|
0
|
90
|
-90
|
120
|
180
|
-60
|
240
|
270
|
-30
|
360
|
360
|
0
|
480
|
450
|
30
|
600
|
540
|
60
|
720
|
630
|
90
|
840
|
720
|
120
|
960
|
810
|
150
|
1080
|
900
|
180
|
1200
|
990
|
210
|
Persamaan
Matematis
Fungsi
komsumsi ialah C = a + bY
Fungsi
tabungan ialah S = -a + (1 - b)Y
Penentu-Penentu
Lain Konsumsi dan Tabungan
a)
Kekayaan yang telah terkumpul.
b)
Suku bunga.
c)
Sikap berhemat.
d)
Keadaan perekonomian.
e)
Distribusi pendapatan.
f)
Tersedia tidaknya dana pensiun yang
mencukupi.
C. INVESTASI
Investasi
(investment) adalah bagian dari tabungan yang digunakan untuk kegiatan ekonomi
menghasilkan barang dan jasa (produksi) yang bertujuan mendapatkan keuntungan.
Jika tabungan besar, maka akan digunakan untuk kegiatan menghasilkan kembali
barang dan jasa (produksi). Tabungan akan digunakan untuk investasi.
Demikianlah,
dari ketentuan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa jika investasi neto
positif (investasi bruto lebih besar daripada penyusutan), perekonomian itu
mengalami kemajuan. Jika investasi neto bernilai nol (investasi bruto sama
dengan penyusutan), dikatakan bahwa perekonomian yang bersangkutan berada dalam
keadaan stasioner. Sementara itu, jika investasi neto bernilai negative
(investasi bruto lebih kecil daripada penyusutan), perekonomian itu mengalami
kemunduran.
Investasi mempunyai dampak sangat besar terhadap bertambahnya pendapatan
nasional. Bila dirumuskan :
Y
= C + S
Y
= C + I
Sehingga
I = S
Keterangan:
Y
(yield)
: pendapatan
C
(consumption) : konsumsi
S
(saving)
: tabungan
Penentu-penentu
tingkat investasi :
a. Tingkat keuntungan yang di ramalkan akan di
peroleh.
b.
Suku bunga.
c.
Ramalan mengenai keadaan ekonomi di masa depan.
d.
Kemajuan teknologi.
e.
Tingkat pendapatan nasional dan perubahan-perubahannya.
f. Keuntungan yang di peroleh
perusahaan-perusahaan.
D. PENENTUAN
TINGKAT KEGIATAN EKONOMI
Analisa makro ekonomi biasanya tidak memberikan gambaran yang sangat rumit
mengenai aliran-aliran pendapatan yang sebenarnya berlaku di dalam kenyataan.
Gambaran semacam itu tidak diperlukan dalam analisa ekonomi, karena dengan
menyederhanakan gambaran itu telah dapat ditunjukkan corak kegiatan yang
terjadi dalam suatu perekonomian. Gambaran yang paling sederhana dari kegiatan
dalam sesuatu perekonomian ditunjukkan oleh aliran-aliran pendapatan diantara
dua faktor ekonomi yang pertama, yaitu sektor rumah tangga dan sektor perusahaan.
Faktor
yang Mempengaruhi Tingkat Kegiatan Ekonomi
Oleh karena dalam perekonomian tidak terdapat kekurangan permintaan, menurut
pandangan ahli-ahli ekonomi klasik dimana tingkat kegiatan ekonomi akan di
capai tergantung kepada kemampuan sector perusahaan untuk memproduksi
barang-barang dan jasa-jasa. Kesanggupan ini dibatasi oleh banyaknya faktor
produksi yang tersedia dalam perekonomian itu. Oleh sebab itu menurut ahli-ahli
ekonomi klasik sampai dimana sesuatu perekonomian dapat memproduksikan
barang-barang dan jasa-jasa dapat ditentukan dengan menggunakan rumus berikut :
Y
= f (K,L,Q,T)
Keterangan
:
Y
: Pendapatan nasional
K
: Jumlah seluruh barang modal
L
: Jumlahseluruh tenaga kerja
Q
: Jumlah kekayaan alam yang di gunakan
T
: Tingkat teknologi yang digunakan
Keseimbangan
perekonomian Negara
Keseimbangan
Perekonomian Negara adalah suatu keadaan dimana perekonomian menjadi seimbang
jika pendapatan nasiolanal sama dengan pengeluaran agrerat dan investasi sama
dengan tabungan.
Y
= C + I
I =
S
Untuk
menentukan tingkat kesimbangan perekonomian Negara dapat digunakan 3 cara yaitu
:
1. Menggunakan
contoh angka pedapatan nasional dan perbelanjaan agregat
2. Menggunakan
grafik yang menunjukan :
a. Kesamaan
perbelanjaan agregat dengan penawaran agregat.
b. Kesamaan
diantara investasi dan tabungan
3. Menggunakan
cara pembuktian secara aljabar.
Contoh
angka keseimbangan Pendapatan Nasional
Pendapatan
Nasional
(Y)
(1)
|
Konsumsi
(C)
(2)
|
Tabungan
(S)
(3)
|
Investasi
(I)
(4)
|
Pengeluaran
Agregat
(AE)
(5)
|
Keadaan
perekonomian
(6)
|
0
120
240
360
480
600
720
|
90
180
270
360
450
540
630
|
-90
-60
-30
0
30
60
90
|
120
120
120
120
120
120
120
|
210
300
390
480
570
660
750
|
EXSPANSI
|
840
|
720
|
120
|
120
|
840
|
SEIMBANG
|
960
1080
1200
|
810
900
990
|
150
180
210
|
120
120
120
|
930
1020
1110
|
KONTRAKSI
|
Ekspansi yaitu dalam tabel dapat dilihat pada waktu pendapatan nasional
lebih rendah dari Rp 840 triliun, pengeluaran agregat adalah lebih besar dari
pada pendapatan nasional. Keadaan ini akan mendorong para pengusaha untuk
mendorong para pengusaha untuk menambah produksi mereka.
Kontraksi yaitu pada saat pendapatan nasional lebih besar dari 840 triliun
pengeluaran agregat lebih kecil dari pendapatan nasional.Artinya banyak barang
yang diproduksi oleh perusahaan tidak terjual.keadaan ini mendorong perusahaan
untuk mengurangi kegiatan mereka.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Perekonomian
dua sektor atau perekonomian sederhana adalah suatu perekonomian yang hanya
terdiri dari sektor rumah tangga dan sektor perusahaan. Tingkat kegiatan
ekonomi ditentukan oleh jumlah dan mutu daripada faktor-faktor produksi.
Menurut Keyness tingkat kegiatan ekonomi ditentukan oleh besarnya pengeluaran
agregat yang dilakukan masyarakat. Pengeluaran agregat tersebut akan menentukan
sampai dimana sektor perusahaan harus melakukan kegiatannya untuk
memproduksikan barang-barang dan jasa-jasa.
Dari
sifat perputaran aliran pendapatan yang terdapat dalam gambar itu dapat diambil
kesimpulan bahwa aliran-aliran pendapatannya mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut :
1. Sebagai
balas jasa kepada penggunaan faktor-faktor produksi yang dimiliki sektor rumah
tangga oleh sektor perusahaan, sektor rumah tangga akan memperoleh aliran
pendapatan berupa gaji dan upah, sewa, bunga dan untung.
2. Sebagian
besar dari berbagai jenis pendapatan yang diterima oleh sektor rumah tangga
akan digunakan untuk konsumsi, yaitu membeli barang-barang dan jasa-jasa yang
dihasilkan oleh sektor perusahaan.
3. Sisa
dari berbagai jenis rumah tangga yang tidak digunakan untuk pengeluaran
konsumsi akan ditabung dalam badan-badan keuangan.
4. Pengusaha-pengusaha
yang memerlukan modal untuk melakukan investasi akan meminjam tabungan yang
dikumpulkan oleh badan-badan keuangan dari sektor rumah tangga.
DAFTAR PUSTAKA
Sukirno,
Sadono. 1987. Pengantar Teori Makro Ekonomi, Lembaga Penerbit
FEUI.
Rosyidi,
Suherman. 2002. Pendekatan Kepada Teori Ekonomi Mikro dan
Makro. Rajawali Pers.
Boediono.
2009. Ekonomi Makro. BPFE Yogyakarta.
Rahardja,
Prathama. 2005. Pengantar Ilmu Ekonomi. Lembaga Penerbit
FEUI.
Dombusch, Rudiger. 1997. Ekonomi Makro. Rineka Cipta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar