Minggu, 03 Desember 2017

MAKALAH HUKUM BISNIS TENTANG BANK SAYRI'AH



KATA PENGANTAR


            Alhamdulillah, puji dan syukur penulis limpahkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini, serta salawat dan salam penulis haturkan kepada baginda Muhammad SAW sebagai suri tauladan yang baik untuk semua umat manusia. 
Penulis menyadari dalam proses penyusunan makalah ini banyak kekurangan, keterbatasan, hambatan.  Oleh karena itu, penulis harapkan kritik dan saran guna perbaikan makalah ini ke depan menjadi lebih baik lagi.
Terima Kasih !


Lubuklinggau,       Oktober  2017
        Penulis,

     Ani Susanti 

 BAB I 
PENDAHULUAN


A.   Latar Belakang
Perkembangan peran perbankan syariah di Indonesia tidak terlepas dari system perbankan di Indonesia secara umum. Sistem perbankan syariah juga diatur dalam Undang-undang No. 10 tahun 1998 dimana Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Peran bank syariah dalam memacu pertumbuhan perekonomian daerah semakin strategis dalam rangka mewujudkan struktur perekonomian yang semakin berimbang. Dukungan terhadap pengembangan perbankan syariah juga diperlihatkan dengan adanya “dual banking system”, dimana bank konvensional diperkenankan untuk membuka unit usaha syariah.
Pemahaman dan sosialisasi terhadap masyarakat tentang produk dan system perbankan syariah di Indonesia masih sangat terbatas. Hal ini di dukung oleh data yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia, bahwa hingga Oktober 2006, perbankan syariah hanya memiliki 1,5% dari total pangsa pasar perbankan secara nasiional (the Point, 2006). Meskipun mayoritas penduduk Indonesia adalah kaum muslim, tetapi pengembangan produk syariah berjalan lambat dan belum berkembang sebagaimana halnya bank konvensional. Upaya pengembangan bank syariah tidak cukup hanya berlandaskan kepada aspek-aspek legal dan peraturan perundang-undangan tetapi juga harus berorientasi kepada pasar atau masyarakat sebagai pengguna jasa (konsumen) lembaga perbankan.
Keberadaan bank (konvesional dan syariah) secara umum memiliki fungsi strategis sebagai lembaga intermediasi dan memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran, namun karakteristik dari kedua tipe bank (konvensional dan syariah) dapat mempengaruhi perilaku calon nasabah dalam menentukan preferensi mereka terhadap pemilihan antara kedua tipe bank tersebut. Lebih lanjut, perilaku nasabah terhadap produk perbankan (bank konvensional dan bank syariah) dapat dipengaruhi oleh sikap dan persepsi masyarakat terhadap karakteristik perbankan itu sendiri.[1][1]

B.   Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, yang menjadi fokus kajian makalah ini adalah:
1.      Bagaimana perbedaan bank syariah dengan bank konvensional ?
2.      bagaimana ketentuan hukum perubahan bank konvensional menjadi bank syariah ?

C.   Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui perbedaan bank syariah dan bank konvensional
2.      Untuk mengetahui ketentuan hukum perubahan bank konvensional menjadi bank syariah

D.   Kegunaan Penulisan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan praktis dan akademis yaitu sebagai berikut :
1.     Kegunaan Akademis
Berdasarkan hasil penelitian ini diharpakan dapat berguna dan dapat bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan
khususnya bagi Mahasiswa Fakultas Hukum dan masyarakat pada umunya pengetahuan dalam hal Tindak Pidana Korupsi dan Gratifikasi dalam bentuk layanan Seks dalam Tindak Pidana Korupsi.
2.     Kegunaan Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dan dapat memberikan manfaat bagi penegak hukum dalam hal pengambilan keputusan atau kebijakan yang berkaiitan dengan tugasnya sebagai aparat penegak hukum, terkaid dengan kasus Gratifikasi dalam bentuk layanan Seks Dalam Tindak Pidana Korupsi, dan di harapkan dapat menjadi masukan untuk para positif legislator atau pembentuk undang-undang agar dapat memberikan kejelasan dalam suatu undang-undang dan dapat membuat undang-undang yang sesuai dengan perkembangan kehidupan masyarakat.










 

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


A.   Pengertian dan Sejarah Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia
1.     Pengertian Bank Syariah
Bank syariah terdiri dari dua kata, yaitu (a) bank dan (b) syariah. Kata bank bermakna suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara keuangan dari dua pihak, yaitu pihak yang berkelebihan dana dan pihak yang kekurangan dana. Kata syariah dalam versi bank syariah di Indonesia adalah aturan perjanjian berdasarkan yang dilakukan oleh pihak bank dan pihak lain untuk penyimpangan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha dan kegiatan lainnya sesuai dengan hukum islam.
Penggabungan ketua kata dimaksud, menjadi “bank syariah“. Bank syariah adalah suatu lembaga keuanganyang berfungsi sebagai peranntara bagi pihak yang berkelibahan dana dengan pihak yang kekuranagan dana untuk kegiatan usaha dan kegiatan lainnya sesuai dengan hukum islam. [2][2]
2.     Sejarah Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia
Perbankan islam pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan embel-embel Islam, karena adanya kekhawatiran rezim yang berkuasa saat itu akan melihatnya sebagai gerakan fundamentalis. Perintisnya adalah Ahmad El Najjar. System pertama yang dikembangkan adalah mengambil bentuk sebuah bank simpanan yang berbasis profit sharing (pembagian laba/bagi hasil) pada tahun 1963. Kemudian pada tahun 70-an, telah berdiri setidaknya 9 bank yang tidak memungut maupun menerima bunga, sebagian besar berinvestasi pada usaha-usaha perdagangan dan industry secara langsung dalam bentuk partnership dan membagi keuntungan yang didapat dengan para penabung.[3][3]
Baru kemudian pada tahun 1974 berdiri Islamic Development Bank yang disponsori oleh negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam, yang menyediakan jasa financial berbasis  fee dan profit sharing untuk negara-negara anggotanya dan secara eksplisit menyatakan diri berdasar pada syariah islam.
Kemudian setelah itu, secara berturut-turut berdirilah sejumlah bank yang berbasis islam antara lain, Dubai Islamic Bank (1975), Faisal Islamic Bank of Sudan (1977), Faisal Islamic Bank of Egypt (1977), serta Bahrain Islamic Bank (1979), Philiphine Amanah Bank (1973) berdasarkan dekrit Presiden, dan Muslim Pilgrims Savings Corporation (1983).
Di Indonesia sendiri yang mayoritas penduduknya adalah muslim membuat negara ini menjadi pasar terbesar di dunia bagi perbankan syariah. Besarnyapopulasi muslim itu memberikan ruang yang cukup lebar bagi perkembangan bank syariah di Indonesia. Rintisan praktek perbankan syariah di Indonesia dimulai pada awal periode 1980-an, melalui diskusi-diskusi bertemakan bank islam sebagai pilar ekonomi islam.  Prakarsa lebih khusus mengenai pendirian bank islam di Indonesia baru baru dilakukan tahun 1990-an.
Sampai pada tahun 2007, terdapat setidaknya 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu bank muamalat Indonesia, Bank syariah Mandiri, bank mega syariah. Semntara bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank diantaranya merupakan besar seperti Bank Negara Indonesia dan Bank Rakyat Indonesia.

B.   Dasar Hukum, Dan Tujuan Bank Syariah
1.     Dasar hukum perbankan syariah
Bank syariah secara yuridis normatif dan yuridis empiris diakui keberadaannya di negara Republik Indonesia. Pengakuan secara yuridis normative tercatat dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, diantaranya :
1.      Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945
Keberadaan UUD sangat penting teruatama berfungsi sebagai landasan konstitusi yang bersifat mengikat. Sebelum dikeluarkannya undang-undang tentang perbankan syariah, sebenarnya penerapan syariah islam dalam tata hukum positif di Indonesia telah mempunyai landasan yang kuat, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 29 ayat 2 Undang-undang Dasar 1945.[4][4]
2.      Pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
Landasan hukum terkait dengan kebebasan mengacu pada ketentuan KUHPerdata Pasal 1338 yang menyatakan bahwa setiap perjanjian yang dibuat secara sah dapat berlaku sebagai undang-undang bagimereka yang membuatnya dan tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak atau karena alas an-alasan yang ditentukan oleh undang-undang serta harus dilaksanakan dengan itikad baik. [5][5]
3.      Peraturan Perundang-undangan tentang perbankan
Undang-Undang No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Undang-Undang No 10 tentang perubahan atas No 7 Tahun 1998 tentang perbankan, Undang-Undang No 3 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang No 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Undang-Undang No 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-Undang No 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
Selain itu, pengakuan secara yuridis empiris dapat dilihat perbankan syariah tumbuh dan berkembang pada umumnya diseluruh ibukota provinsi dan kabupaten di Indonesia, bahkan beberapa bank konvensional dan lembaga keuangan lainnya membuka unit usaha syariah (bank syariah, asuransi syariah, pegadaian syariah, dan semacamnya). Pengakuan secara yuridis dimaksud, memberi peluang tumbuh dan berkembang secara luas kegiatan usaha perbankan syariah, termasuk meberi kesempatan kepada bank umum (konvensional) untuk membuka kantor cabangyang khussus melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.[6][6]
2.     Tujuan perbankan syariah
Melalui pembentukan dan pendirian perbankan syaiah tentu banyak tujuan dan manfaat yang ingin di capai, terutama dimaksudkan untuk membangun perekonomian umat. Namun dengan mengacu pada pengalaman al-Quran, tujuan yang utama dalam mendirikan perbankan syariah secara umum terbagi menjadi dua, yaitu pertama menghindari praktek riba ; dan kedua mengamalkan prinsip-prinsip syaria dalam perbankan untuk tujuan kemaslahatan.[7][7]
a.      Bank syariah bertujuan menghindari riba
Pembentukan perbankan syariah dimulai dengan adanya ketentuan hukum bahwa riba merupakan sesuatu yang telah diharamkan sehingga dilarang oleh agama. Dengan adanya larangan tersebut kemudian timbul pemikiran mendirikan bank syariah yang bertujuan untuk menjauhkan umat dari praktek riba dalam menjalankan kegiatan perbankan.
b.      Mengamalkan prinsip syariah dalam perbankan
Mengamalkan prinsip-prinsip syariah ke semua aspek kehidupan merupakan kewajiban yang telah diperintahkan oleh Allah kepada hamba-hambanya. Tujuan secara mendasar mengamalkan prinsip-prinsip syariah ialah untuk mencapai kemaslahatan hidup dunia akhirat. Begitu pula dalam dunia perbankan, tujuan menerapkan prinsip-prinsip syariah ialah selain untuk mengharapkan ridha Allah, juga dalam rangka mencapai kemaslahatan di bidang ekonomi.



BAB III
PEMBAHASAN


A.        Perbedaan Bank Syariah dengan Bank Konvensional
Perbedaan bank syariah dan bank konvensional dapat dilihat sebagai berikut :
a.     Bank syariah
1.    Islam memandang harta yang dimiliki oleh manusia adalah titpan/amanah Allah SWT sehingga cara memperoleh, mengelola, dan menfaatkannya harus sesuai dengan ajaran Islam.
2.    Bank syariah mendorong nasabah untuk mengupayakan pengelolaan harta nasabah (simpanan) sesuai dengan ajaran Islam..
3.    Bank syariah menempatkan karakter/sikap baik nasabah maupun pengelolaan pada posisii yang sangat penting dan menempatkan sikap akhlakul karimah sebagai sikap dasar hubungan antara nasabah dan bank.
4.    Adanya kesamaan ikatan emosional yang kuat didasarkan prinsip keadilan, prinsip kesederajatan dan prinsip ketentraman antara pemegang saham, pengelola bank dan nasabah atas jalannya usaha bank syariah.
5.    Prinsip bagi hasil :
a)     Penentuan besarnya resiko bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung dan rugi.
b)     Besarnya nisbah bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh.
c)     Jumlah pembagian bagi hasil meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan.
d)     Tidak ada yang meragukan keuntungan bagi hasil.
e)     Bagi hasil tergantung kepada keuntungan proyek yang dijalankan.
b.     Bank konvensional
1.    Pada bank konvensional, kepentingan pemilik dana (deposan) adalah memperoleh imbalan berupa bunga simpanan yang tinggi, sedang kepentingan pemegang saham adalah diantarannya memperoleh spread yang optimal antara suku bunga simpanan dan suku bunga pinjaman (mengoptimalkan interest difference).
2.    Tidak adanya ikatan emosional yang kuat antara pemegang saham, pengelola bank dan nasabah karena masing-masing pihak mempunyai keinginan yang bertolak belakang.
3.    System bunga :
a)    Penentuan suku bunga dibuat pada waktu akad dengan pedoman harus selalu untung untuk pihak bank.
b)    Besarnya prosentase berdasarkan pada jumlah uang/modal yang dipinjamkan..
c)    Jumlah pembayaran bunga tidak mengikat meskipun jumlah keuntungan  berlipat ganda.
d)    Eksitensi bunga diiragukan kehalalannya oleh semua agama termasuk agama Islam.
e)    Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi.

B.        Ketentuan Hukum Perubahan Bank Konvensional menjadi Bank Syariah
Untuk menjalankan kegiatan usaha perbankan berdasarkan prinsip syariah, dapat dilakukan dengan cara mendirikan bank syariah baru dan atau mengubah bank konvensional menjadi syariah bisa secara keseluruhan atau bertahap melalui pendekatan perbankan system ganda (dual banking system). Istilah dual banking system berarti terselenggaranya dua system perbankan secara berdampingan yang pelaksanaannya diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Begitu pula dengan pembukaan kantor cabang syariah, selain dapat dilakukan oleh bank syariah, juga dapat melaui bank konvensional.[8][8]
Dalam bab penjelasan (Pasal 6 huruf f) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, ditegaskan bahwa bank umum yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional dapat juga menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dengan ketentuan sebagai berikut :
1.         Pendirian kantor cabang atau kantor dibawah kantor cabang batu, atau
2.         Pengubahan kantor cabang atau kantor dibawah cabang yang melakukan kegiatan secara konvensional menjadi kantor yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Sebagai persiapan perubahan kantor cabang tersebut, kantor cabang atau kantor dibawah kantor cabang yang sebelumnya melakukan kegiatan usaha secara konvensional dapat terlebih dahulu membentuk unit tersendiri yang melaksanakan kegiatan berdasarkan prinsip syariah didalam kantor bank tersebut seabagimana diatur dalam Pasal 1 ayat 7 Peraturan Bank Indonesia No 8/3/PBI/2006.
3.         Kemudian pembukaan kantor cabang pertama kali yang diatur dalam Pasal 13 sampai dengan Pasal 23 Peraturan Bank Indonesia No 8/3/PBI/2006
4.         Membuka kantor cabang syariah melalui unit syariah
Pembukaan kantor cabang konversi dari bank konvensional dapat dilakukan melalui unit syariah yang mana diatur dalam pasal 24 sampai dengan pasal 31 Peraturan Bank Indonesia No 8/3/PBI/2006.
5.         Pembukaan kantor cabang dibawah kantor cabang syariah
Keberadaan kantor dibawah kantor cabang syariah merupakan kantor cabang pembantu syariah atau kantor kas syariah yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip-prrinsip syariah dalam rangka membantu kantor cabang syaiah induknya ( pasal  1 ayat 10). Pembukaan kantor ini diatur dalam pasal 35 sampai denganpasal 36 Peraturan Bank Indonesia No 8/3/PBI/2006.


















BAB IV
PENUTUP


A.        Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulakan bahwa perbedaan antara bank syariah dengan bank konvensional terletak sistemnya. Dimana bank syariah menganut  prinsip bagi hasil sedangkan bank konvensional menganut system bunga. Bank syariah didasarkan pada prinsip syariah (keislaman) sedangka bank konvensional sebaliknya.
Bank konvensional juga dapat merubah bentuk banknya menjadi bank syaiah dengan cara  : pendirian kantor baru, membangun unit syariah dibawah kantor cabang syariah, membangun kantor dibawah kantor cabang syariah.

B.        SARAN
1.    Dari pembahasan diatas penulis dapat memberikan saran terhadap pemrintah bahwa perlu diaturnya lebih rinci lagi terhadap perbankan syariah di Indonesia.        
2.    Perlunya perhatian pemerintah yang lebih terhadap kegiatan perbankan syariah di Indonesia.









DAFTAR PUSTAKA


Susanto Burhanudin, 2008, Hukum Perbankan Syariah di Indonesia,UII Press,Yogyakarta,
Zainudin Ali, 2008, Hukum Perbankan Syariah, Sinar Grafika, Jakarta,
Harif Amali Rivai dkk, Identifikasi faktor penentu keputusan konsumen dalam memilih jasa perbankan:bank syariah vs bank konvensional
Website
Catatan penailahi.blogspot.com/2014/10/makalah-hukum-perbankan-syariah.html
Peraturan Perundang-Undangan
Undang Undang Dasar 1945
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Peraturan Bank Indonesia No 8/3/PBI/2006.
Harif Amali Rivai dkk, Identifikasi faktor penentu keputusan konsumen dalam memilih jasa perbankan:
   bank syariah vs bank konvensional
Zainudin Ali, 2008, Hukum Perbankan Syariah, Sinar Grafika, Jakarta, hlm 1
Catatan penailahi.blogspot.com/2014/10/makalah-hukum-perbankan-syariah.html
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Ibid. hlm 2
Burhanudin Susanto, 2008, Hukum Perbankan Syariah di Indonesia,UII Press, Yogyakarta, hlm 24
Ibid, hlm 151





[1][1] Harif Amali Rivai dkk, Identifikasi faktor penentu keputusan konsumen dalam memilih jasa perbankan:
bank syariah vs bank konvensional
[2][2] Zainudin Ali, 2008, Hukum Perbankan Syariah, Sinar Grafika, Jakarta, hlm 1
[3][3] Catatan penailahi.blogspot.com/2014/10/makalah-hukum-perbankan-syariah.html
[4][4] Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
[5][5] Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
[6][6] Ibid. hlm 2
[7][7] Burhanudin Susanto, 2008, Hukum Perbankan Syariah di Indonesia,UII Press, Yogyakarta, hlm 24
[8][8] Ibid, hlm 151


Tidak ada komentar:

Posting Komentar