KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah,
puji dan syukur penulis limpahkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini, serta salawat dan salam
penulis haturkan kepada baginda Muhammad SAW sebagai suri tauladan yang baik
untuk semua umat manusia.
Penulis menyadari dalam
proses penyusunan makalah ini banyak kekurangan, keterbatasan, hambatan. Oleh
karena itu, penulis harapkan kritik dan saran guna perbaikan makalah ini ke
depan menjadi lebih baik lagi.
Terima Kasih !
Lubuklinggau,
Oktober
2017
Penulis,
Ani Susanti
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Perkembangan peran perbankan syariah
di Indonesia tidak terlepas dari system perbankan di Indonesia secara umum.
Sistem perbankan syariah juga diatur dalam Undang-undang No. 10 tahun 1998
dimana Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang kegiatannya memberikan jasa
dalam lalu lintas pembayaran. Peran bank syariah dalam memacu pertumbuhan
perekonomian daerah semakin strategis dalam rangka mewujudkan struktur
perekonomian yang semakin berimbang. Dukungan terhadap pengembangan perbankan
syariah juga diperlihatkan dengan adanya “dual banking system”,
dimana bank konvensional diperkenankan untuk membuka unit usaha syariah.
Pemahaman dan sosialisasi terhadap
masyarakat tentang produk dan system perbankan syariah di Indonesia masih
sangat terbatas. Hal ini di dukung oleh data yang dipublikasikan oleh Bank
Indonesia, bahwa hingga Oktober 2006, perbankan syariah hanya memiliki 1,5%
dari total pangsa pasar perbankan secara nasiional (the Point, 2006). Meskipun
mayoritas penduduk Indonesia adalah kaum muslim, tetapi pengembangan produk
syariah berjalan lambat dan belum berkembang sebagaimana halnya bank
konvensional. Upaya pengembangan bank syariah tidak cukup hanya berlandaskan
kepada aspek-aspek legal dan peraturan perundang-undangan tetapi juga harus
berorientasi kepada pasar atau masyarakat sebagai pengguna jasa (konsumen)
lembaga perbankan.
Keberadaan bank (konvesional dan
syariah) secara umum memiliki fungsi strategis sebagai lembaga intermediasi dan
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran, namun karakteristik dari kedua
tipe bank (konvensional dan syariah) dapat mempengaruhi perilaku calon nasabah
dalam menentukan preferensi mereka terhadap pemilihan antara kedua tipe bank
tersebut. Lebih lanjut, perilaku nasabah terhadap produk perbankan (bank
konvensional dan bank syariah) dapat dipengaruhi oleh sikap dan persepsi
masyarakat terhadap karakteristik perbankan itu sendiri.[1][1]
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar
belakang di atas, yang menjadi fokus kajian makalah ini adalah:
1. Bagaimana perbedaan bank syariah
dengan bank konvensional ?
2. bagaimana ketentuan hukum perubahan
bank konvensional menjadi bank syariah ?
C.
Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui perbedaan bank
syariah dan bank konvensional
2. Untuk mengetahui ketentuan hukum
perubahan bank konvensional menjadi bank syariah
D.
Kegunaan Penulisan
Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan kegunaan praktis dan akademis yaitu sebagai berikut :
1. Kegunaan Akademis
Berdasarkan
hasil penelitian ini diharpakan dapat berguna dan dapat bermanfaat untuk
menambah ilmu pengetahuan
khususnya bagi
Mahasiswa Fakultas Hukum dan masyarakat pada umunya pengetahuan dalam hal
Tindak Pidana Korupsi dan Gratifikasi dalam bentuk layanan Seks dalam Tindak
Pidana Korupsi.
2. Kegunaan Praktis
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat berguna dan dapat memberikan manfaat bagi
penegak hukum dalam hal pengambilan keputusan atau kebijakan yang berkaiitan
dengan tugasnya sebagai aparat penegak hukum, terkaid dengan kasus Gratifikasi
dalam bentuk layanan Seks Dalam Tindak Pidana Korupsi, dan di harapkan dapat
menjadi masukan untuk para positif legislator atau pembentuk undang-undang agar
dapat memberikan kejelasan dalam suatu undang-undang dan dapat membuat
undang-undang yang sesuai dengan perkembangan kehidupan masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
dan Sejarah Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia
1. Pengertian Bank Syariah
Bank syariah
terdiri dari dua kata, yaitu (a) bank dan (b) syariah. Kata bank bermakna suatu
lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara keuangan dari dua pihak,
yaitu pihak yang berkelebihan dana dan pihak yang kekurangan dana. Kata syariah
dalam versi bank syariah di Indonesia adalah aturan perjanjian berdasarkan yang
dilakukan oleh pihak bank dan pihak lain untuk penyimpangan dana dan/atau
pembiayaan kegiatan usaha dan kegiatan lainnya sesuai dengan hukum islam.
Penggabungan
ketua kata dimaksud, menjadi “bank syariah“. Bank syariah adalah suatu lembaga
keuanganyang berfungsi sebagai peranntara bagi pihak yang berkelibahan dana
dengan pihak yang kekuranagan dana untuk kegiatan usaha dan kegiatan lainnya
sesuai dengan hukum islam. [2][2]
2. Sejarah Perkembangan Perbankan
Syariah di Indonesia
Perbankan islam
pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan embel-embel Islam, karena adanya
kekhawatiran rezim yang berkuasa saat itu akan melihatnya sebagai gerakan
fundamentalis. Perintisnya adalah Ahmad El Najjar. System pertama yang
dikembangkan adalah mengambil bentuk sebuah bank simpanan yang berbasis profit sharing (pembagian laba/bagi
hasil) pada tahun 1963. Kemudian pada tahun 70-an, telah berdiri setidaknya 9
bank yang tidak memungut maupun menerima bunga, sebagian besar berinvestasi
pada usaha-usaha perdagangan dan industry secara langsung dalam bentuk partnership dan membagi keuntungan yang
didapat dengan para penabung.[3][3]
Baru kemudian
pada tahun 1974 berdiri Islamic Development Bank yang disponsori oleh
negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam, yang
menyediakan jasa financial berbasis fee dan profit sharing untuk negara-negara anggotanya dan secara eksplisit
menyatakan diri berdasar pada syariah islam.
Kemudian
setelah itu, secara berturut-turut berdirilah sejumlah bank yang berbasis islam
antara lain, Dubai Islamic Bank (1975), Faisal Islamic Bank of Sudan (1977),
Faisal Islamic Bank of Egypt (1977), serta Bahrain Islamic Bank (1979),
Philiphine Amanah Bank (1973) berdasarkan dekrit Presiden, dan Muslim Pilgrims
Savings Corporation (1983).
Di Indonesia
sendiri yang mayoritas penduduknya adalah muslim membuat negara ini menjadi
pasar terbesar di dunia bagi perbankan syariah. Besarnyapopulasi muslim itu
memberikan ruang yang cukup lebar bagi perkembangan bank syariah di Indonesia.
Rintisan praktek perbankan syariah di Indonesia dimulai pada awal periode
1980-an, melalui diskusi-diskusi bertemakan bank islam sebagai pilar ekonomi
islam. Prakarsa lebih khusus mengenai
pendirian bank islam di Indonesia baru baru dilakukan tahun 1990-an.
Sampai pada
tahun 2007, terdapat setidaknya 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu
bank muamalat Indonesia, Bank syariah Mandiri, bank mega syariah. Semntara bank
umum yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank diantaranya merupakan
besar seperti Bank Negara Indonesia dan Bank Rakyat Indonesia.
B.
Dasar Hukum, Dan Tujuan Bank Syariah
1. Dasar hukum perbankan syariah
Bank syariah
secara yuridis normatif dan yuridis empiris diakui keberadaannya di negara
Republik Indonesia. Pengakuan secara yuridis normative tercatat dalam peraturan
perundang-undangan di Indonesia, diantaranya :
1. Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang
Dasar 1945
Keberadaan
UUD sangat penting teruatama berfungsi sebagai landasan konstitusi yang
bersifat mengikat. Sebelum dikeluarkannya undang-undang tentang perbankan
syariah, sebenarnya penerapan syariah islam dalam tata hukum positif di
Indonesia telah mempunyai landasan yang kuat, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 29 ayat 2 Undang-undang Dasar 1945.[4][4]
2. Pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum
Perdata
Landasan hukum
terkait dengan kebebasan mengacu pada ketentuan KUHPerdata Pasal 1338 yang
menyatakan bahwa setiap perjanjian yang dibuat secara sah dapat berlaku sebagai
undang-undang bagimereka yang membuatnya dan tidak dapat ditarik kembali selain
dengan kesepakatan kedua belah pihak atau karena alas an-alasan yang ditentukan
oleh undang-undang serta harus dilaksanakan dengan itikad baik. [5][5]
3. Peraturan Perundang-undangan tentang
perbankan
Undang-Undang
No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Undang-Undang No 10 tentang perubahan atas
No 7 Tahun 1998 tentang perbankan, Undang-Undang No 3 Tahun 2004 tentang
perubahan atas Undang-Undang No 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia,
Undang-Undang No 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-Undang No 7 Tahun
1989 tentang Peradilan Agama.
Selain itu,
pengakuan secara yuridis empiris dapat dilihat perbankan syariah tumbuh dan
berkembang pada umumnya diseluruh ibukota provinsi dan kabupaten di Indonesia,
bahkan beberapa bank konvensional dan lembaga keuangan lainnya membuka unit
usaha syariah (bank syariah, asuransi syariah, pegadaian syariah, dan
semacamnya). Pengakuan secara yuridis dimaksud, memberi peluang tumbuh dan
berkembang secara luas kegiatan usaha perbankan syariah, termasuk meberi
kesempatan kepada bank umum (konvensional) untuk membuka kantor cabangyang
khussus melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.[6][6]
2. Tujuan perbankan syariah
Melalui
pembentukan dan pendirian perbankan syaiah tentu banyak tujuan dan manfaat yang
ingin di capai, terutama dimaksudkan untuk membangun perekonomian umat. Namun
dengan mengacu pada pengalaman al-Quran, tujuan yang utama dalam mendirikan
perbankan syariah secara umum terbagi menjadi dua, yaitu pertama menghindari
praktek riba ; dan kedua mengamalkan prinsip-prinsip syaria dalam perbankan
untuk tujuan kemaslahatan.[7][7]
a. Bank syariah bertujuan menghindari
riba
Pembentukan
perbankan syariah dimulai dengan adanya ketentuan hukum bahwa riba merupakan
sesuatu yang telah diharamkan sehingga dilarang oleh agama. Dengan adanya larangan
tersebut kemudian timbul pemikiran mendirikan bank syariah yang bertujuan untuk
menjauhkan umat dari praktek riba dalam menjalankan kegiatan perbankan.
b. Mengamalkan prinsip syariah dalam
perbankan
Mengamalkan
prinsip-prinsip syariah ke semua aspek kehidupan merupakan kewajiban yang telah
diperintahkan oleh Allah kepada hamba-hambanya. Tujuan secara mendasar
mengamalkan prinsip-prinsip syariah ialah untuk mencapai kemaslahatan hidup
dunia akhirat. Begitu pula dalam dunia perbankan, tujuan menerapkan prinsip-prinsip
syariah ialah selain untuk mengharapkan ridha Allah, juga dalam rangka mencapai
kemaslahatan di bidang ekonomi.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Perbedaan Bank Syariah dengan Bank
Konvensional
Perbedaan bank
syariah dan bank konvensional dapat dilihat sebagai berikut :
a. Bank syariah
1. Islam memandang harta yang dimiliki
oleh manusia adalah titpan/amanah Allah SWT sehingga cara memperoleh,
mengelola, dan menfaatkannya harus sesuai dengan ajaran Islam.
2. Bank syariah mendorong nasabah untuk
mengupayakan pengelolaan harta nasabah (simpanan) sesuai dengan ajaran Islam..
3. Bank syariah menempatkan
karakter/sikap baik nasabah maupun pengelolaan pada posisii yang sangat penting
dan menempatkan sikap akhlakul karimah sebagai sikap dasar hubungan antara
nasabah dan bank.
4. Adanya kesamaan ikatan emosional
yang kuat didasarkan prinsip keadilan, prinsip kesederajatan dan prinsip
ketentraman antara pemegang saham, pengelola bank dan nasabah atas jalannya
usaha bank syariah.
5. Prinsip bagi hasil :
a) Penentuan besarnya resiko bagi hasil
dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung dan rugi.
b) Besarnya nisbah bagi hasil
berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh.
c) Jumlah pembagian bagi hasil
meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan.
d) Tidak ada yang meragukan keuntungan
bagi hasil.
e) Bagi hasil tergantung kepada
keuntungan proyek yang dijalankan.
b. Bank konvensional
1. Pada bank konvensional, kepentingan
pemilik dana (deposan) adalah memperoleh imbalan berupa bunga simpanan yang
tinggi, sedang kepentingan pemegang saham adalah diantarannya memperoleh spread
yang optimal antara suku bunga simpanan dan suku bunga pinjaman (mengoptimalkan
interest difference).
2. Tidak adanya ikatan emosional yang
kuat antara pemegang saham, pengelola bank dan nasabah karena masing-masing
pihak mempunyai keinginan yang bertolak belakang.
3. System bunga :
a) Penentuan suku bunga dibuat pada
waktu akad dengan pedoman harus selalu untung untuk pihak bank.
b) Besarnya prosentase berdasarkan pada
jumlah uang/modal yang dipinjamkan..
c) Jumlah pembayaran bunga tidak
mengikat meskipun jumlah keuntungan
berlipat ganda.
d) Eksitensi bunga diiragukan
kehalalannya oleh semua agama termasuk agama Islam.
e) Pembayaran bunga tetap seperti yang
dijanjikan tanpa pertimbangan proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung
atau rugi.
B.
Ketentuan Hukum Perubahan Bank
Konvensional menjadi Bank Syariah
Untuk
menjalankan kegiatan usaha perbankan berdasarkan prinsip syariah, dapat
dilakukan dengan cara mendirikan bank syariah baru dan atau mengubah bank
konvensional menjadi syariah bisa secara keseluruhan atau bertahap melalui
pendekatan perbankan system ganda (dual
banking system). Istilah dual banking
system berarti terselenggaranya dua system perbankan secara berdampingan
yang pelaksanaannya diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Begitu pula dengan pembukaan kantor cabang syariah, selain dapat dilakukan oleh
bank syariah, juga dapat melaui bank konvensional.[8][8]
Dalam bab
penjelasan (Pasal 6 huruf f) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, ditegaskan
bahwa bank umum yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional dapat juga
menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dengan ketentuan sebagai
berikut :
1.
Pendirian
kantor cabang atau kantor dibawah kantor cabang batu, atau
2.
Pengubahan
kantor cabang atau kantor dibawah cabang yang melakukan kegiatan secara
konvensional menjadi kantor yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syariah. Sebagai persiapan perubahan kantor cabang tersebut, kantor cabang atau
kantor dibawah kantor cabang yang sebelumnya melakukan kegiatan usaha secara
konvensional dapat terlebih dahulu membentuk unit tersendiri yang melaksanakan
kegiatan berdasarkan prinsip syariah didalam kantor bank tersebut seabagimana
diatur dalam Pasal 1 ayat 7 Peraturan Bank Indonesia No 8/3/PBI/2006.
3.
Kemudian
pembukaan kantor cabang pertama kali yang diatur dalam Pasal 13 sampai dengan
Pasal 23 Peraturan Bank Indonesia No 8/3/PBI/2006
4.
Membuka
kantor cabang syariah melalui unit syariah
Pembukaan
kantor cabang konversi dari bank konvensional dapat dilakukan melalui unit
syariah yang mana diatur dalam pasal 24 sampai dengan pasal 31 Peraturan Bank
Indonesia No 8/3/PBI/2006.
5.
Pembukaan
kantor cabang dibawah kantor cabang syariah
Keberadaan
kantor dibawah kantor cabang syariah merupakan kantor cabang pembantu syariah
atau kantor kas syariah yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip-prrinsip syariah dalam rangka membantu kantor cabang syaiah induknya (
pasal 1 ayat 10). Pembukaan kantor ini
diatur dalam pasal 35 sampai denganpasal 36 Peraturan Bank Indonesia No
8/3/PBI/2006.
BAB IV
PENUTUP
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan
diatas dapat disimpulakan bahwa perbedaan antara bank syariah dengan bank
konvensional terletak sistemnya. Dimana bank syariah menganut prinsip bagi hasil sedangkan bank
konvensional menganut system bunga. Bank syariah didasarkan pada prinsip
syariah (keislaman) sedangka bank konvensional sebaliknya.
Bank
konvensional juga dapat merubah bentuk banknya menjadi bank syaiah dengan
cara : pendirian kantor baru, membangun
unit syariah dibawah kantor cabang syariah, membangun kantor dibawah kantor
cabang syariah.
B.
SARAN
1. Dari pembahasan diatas penulis dapat
memberikan saran terhadap pemrintah bahwa perlu diaturnya lebih rinci lagi
terhadap perbankan syariah di Indonesia.
2. Perlunya perhatian pemerintah yang
lebih terhadap kegiatan perbankan syariah di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Susanto
Burhanudin, 2008, Hukum Perbankan Syariah
di Indonesia,UII Press,Yogyakarta,
Zainudin Ali,
2008, Hukum Perbankan Syariah, Sinar
Grafika, Jakarta,
Harif Amali Rivai dkk, Identifikasi
faktor penentu keputusan konsumen dalam memilih jasa perbankan:bank syariah vs bank konvensional
Website
Catatan
penailahi.blogspot.com/2014/10/makalah-hukum-perbankan-syariah.html
Peraturan
Perundang-Undangan
Undang Undang
Dasar 1945
Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata
Peraturan Bank
Indonesia No 8/3/PBI/2006.
Harif Amali Rivai dkk, Identifikasi
faktor penentu keputusan konsumen dalam memilih jasa perbankan:
bank syariah vs bank konvensional
Zainudin Ali,
2008, Hukum Perbankan Syariah, Sinar
Grafika, Jakarta, hlm 1
Catatan
penailahi.blogspot.com/2014/10/makalah-hukum-perbankan-syariah.html
Undang-undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata
Ibid.
hlm 2
Burhanudin
Susanto, 2008, Hukum Perbankan Syariah di
Indonesia,UII Press, Yogyakarta, hlm 24
Ibid, hlm
151
[1][1] Harif Amali Rivai dkk, Identifikasi faktor penentu keputusan konsumen
dalam memilih jasa perbankan:
bank syariah vs bank konvensional
[2][2]
Zainudin Ali, 2008, Hukum Perbankan
Syariah, Sinar Grafika, Jakarta, hlm 1
[3][3]
Catatan penailahi.blogspot.com/2014/10/makalah-hukum-perbankan-syariah.html
[4][4]
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
[5][5]
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
[6][6]
Ibid. hlm 2
[7][7]
Burhanudin Susanto, 2008, Hukum Perbankan
Syariah di Indonesia,UII Press, Yogyakarta, hlm 24
[8][8]
Ibid, hlm 151
Tidak ada komentar:
Posting Komentar