Rabu, 20 Desember 2017

MAKALAH PENGELUARAN PEMERINTAH



BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

Dewasa ini kehidupan ekonomi dunia sedang mengalami keterpurukan. Dalam menyikapi hal tersebut, Negara-negara di Dunia mengeluarakan berbagai macam kebijakan ekonomi untuk keluar dari masa krisis yang bebeda-beda. Kebijakan ekonomi yang diambil sangagtlah  berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat suatu Negara tersebut. Salah satu elemen kebijakan pemerintah adalah kebijakan dalam hal pengeluaran pemerintah. Untuk itu kita perlu memahami tentang pengeluaran pemerintah.

B.     RUMUSAN MASALAH

1.      Bagaimana Intervensi (campur tangan) dan  fungsi  ekonomi pemerintah?
  1. Apa dasar teori pengeluaran pemerintah?
  2. Bagaimana pengeluaran pemerintah Indonesia?
  3. Apa faktor-faktor yang menyebabkan peningkatan pengeluaran pemerintah?

C.     TUJUAN
1.      Menjelaskan Intervensi (campur tangan) dan  fungsi  ekonomi pemerintah.
  1. Memahami dasar teori pengeluaran pemerintah.
  2. Menguraikan pengeluaran pemerintah Indonesia.
  3. Menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan peningkatan pengeluaran pemerintah.








BAB II
PEMBAHASAN

A.    Intervensi (campur tangan) dan  Fungsi  Ekonomi pemerintah
Sebagai sebuah organisasi atau rumah tangga, pemerintah melakukan banyak pengeluaran untuk membiyai kegiatan-kegiatannya. Pengeluaran tersebut berfungsi untuk menjalankan roda pemerintahan sehari-hari dan membiyai kegiatan ekonomi. Pada negara-negara berkembang pemerintah harus menggerakkan dan merangsang kegiatan ekonomi secara umum. Pemerintah harus merintis dan menjalankan kegiatan ekonomi yang masyarakat atau kalangan swasta tidak tertarik untuk menjalankanya.
Dalam perekonomian modern, peranan pemerintah dapat dipilah dan ditelaah menjadi empat macam kelompok peran, yaitu :
  1. Peran alokatif, yakni peranan pemerintah dalam mengalokasikan sumber daya ekonomi yang ada agar pemanfaatannya bisa optimal dan mendukung efisiensi produksi.
  2. Peran distribusi, yakni peranan pemerintah dalam mendistribusikan sumber daya, kesempatan dan hasil-hasil ekonomi secara adil dan wajar.
  3. Peran stabilisatif, yakni peranan pemerintah dalam memelihara stabilitas perekonomian dan memulihkannya jika berada dalam keadaan disequilibrium.
  4. Peran dinamisatif, yakni peranan pemerintah dalam menggerakkan proses pembangunan ekonomi agar lebih cepat tumbuh, berkembang, dan maju.

1)      Peran Alokasi Pemerintah
Setiap orang atau masyarakat selalu mempunyai prefensi tertentu terhadap barang-barang atau jasa yang ingin dikonsumsi atau hendak diproduksinya. Barang ekonomi berdasarkan perutukannya, dapat dibedakan menjadi barang pribadi dan barang sosial. Barang pribadi adalah barang yang dapat dimiliki atau dinikmati secara pribadi, oleh perorangan atau sekelompok orang, mempunyai harga yang jelas dan diperoleh melalui proses transaksi jual-beli. Barang sosial adalah barang yang mengandung sifat-sifat sebaliknya, tidak dapat dimiliki oleh pribadi dan tidak dinikmati secara pribadi. Contoh barang atau jasa sosial misalnya adalah jalan umum, jembatan, pertahanan, dan keamanan negeri. Barang-barang semacam ini tidak menarik bagi masyarakat atau kalangan swasta untuk memproduksi atau menyediakannya karena tidak bisa dijual dan biaya awal yang cukup tinggi.
 Pemerintah harus turun tangan sendiri untuk menyediakan barang atau jasa sosial. Biasanya ditangani oleh instansi teknis pemerintah seperti departemen atau lembaga nondepartemen atau melalui perusahaan negara. Atau pengadaannya dipercayakan kepada perusahaan swasta, namun biasanya pemerintah harus memberi subsidi untuk itu. Barang-barang  tadi begitu tersedia, pada umumnya dapat dinikmati oleh setiap orang secara Cuma-Cuma tanpa harus membayar. Pemerintah sendiri sebagai pemasok tidak dapat menjualnya, hanya bisa memungut retribusi atau iuran kepada yang menggunakan atau menikmati.
Akibat sampingan (side effects) dalam kegiatan ekonomi yang dimaksud dapat bersifat positif, sehingga turut dinikmati oleh masyarakat yang tidak terlibat dalam pengadaannya. Atau bersifat negatif, sehingga secara tidak sengaja terpaksa harus ditanggung oleh masyarakat. Akibat-akibat sampingan (dampak positif dan dampak negatif) demikian dikenal dengan istilah eksternalitas.
2)      Peran Distribusi Pemerintah
Pemilikan sumber daya dan kesempatan ekonomi di setiap negeri seringnya tidak setara. Tanpa kesenjangan “anugrah awal” pun (initial endowment, maksudnya kesenjangan kepemilikan sumber daya dan kesempatan) ketimpangan penikmatan atau pembagian hasil dapat terjadi. Oleh karena itu, ketidakmerataan dalam bentuk apapun, haruslah dikurangi  atau ditiadakan. Kesenjangan pemilikan sumber daya dan kesempatan ekonomi akan cenderung mengkosentrasikan kekuatan atau kekuasaan ekonomi di tangan pihak tertentu (lapisan masyarakat, wilayah, sektor) tertentu.
Ketidakseimbangan daya tawar dapat melemahkan pasar. Permintaan bisa merosot akibat ketidakmampuan kalangan kosumen menjangkau harga tawaran yang dilambungkan oleh kalangan produsen. Pada gilirannya perekonomian secara makro turut terimbas dampaknya. Dalam perspektif nonekonomi, ketidakmerataan ekonomi potensial mengakibatkan keresahan sosial.
Peran distribusi pemerintah dapat ditempuh dengan baik melalui jalur penerimaan maupun jalur pengeluarannya. Di sisi penerimaan pemerintah mengenakan pajak dan memungut sumber-sumber pendapatan lainnya untuk kemudian didistribusikan secara adil-proporsional. Dengan pola serupa pemerintah membelanjakan pengeluarannya.


3)      Peran Stabilitas pemerintah
Tidak berdayanya pihak swasta mengatasi sejumlah masalah yang timbul, bahkan kadang-kadang tidak mampu menyelesaikan masalah mereka sendiri. Masalah yang secara objektif kalangan swasta tidak berdaya mengatasi misalnya adalah jika perekonomian negeri dilanda inflasi, resesi, atau serbuan barang-barang impor. Sedangkan contoh objektif dimana pihak swasta tidak mampu menyelesaikan masalah mereka sendiri misalnya dalam kasus tingginya tingkat suku bunga perbankan, atau perang harga akibat politik dumping yang dilakukan oleh perusahaan tertentu dalam suatu industri. Campur tangan pemerintah berperan strategis untuk memecahkan permasahan-permasalahan seperti itu, agar perekonomian kembali stabil.
4)      Peran Dinamisatif pemerintah
Peran dinamisatif pemerintah diwujudkan dalam bentuk perintisan kegiatan-kegiatan ekonomi tertentu seperti penerbangan pesawat-pesawat komersialnya ke jalur baru yang masih “kering”, atau pemekaran kota dengan jalan antara lain dengan memindahkan pusat kegiatan pemerintahan daerah ke lokasi baru, serta dalam bentuk pemercepatan pertumbuhan bidang bisnis tertentu, misalnya dengan mengalokasikan anggaran yang lebih besar ke bidang bersangkutan.
Argumentasi bahwa pemerintah harus berperan sebagai dinamisator didukung pula oleh sebuah premis yang dicanangkan dan dikampanyekan sendiri. Karena pemerintah yang merencanakan dan memodali pembangunan, maka mereka merasa paling bertanggung jawab atas pelaksanaannya.
Keempat macam peranan pemerintahan tadi potensial menimbulkan kesulitan penyerasian atau bahkan pertentangan kebijakan. Contohnya : dalam kapasitas selaku stabilisator, pemerintah harus mengendalikan inflasi. Apabila hal itu ditempuh dengan cara mengurangi pengeluarannya, agar permintaan agregat terkendali sehingga tidak tambah memicu kenaikan harga-harga, maka porsi pengeluaran pemerintah untuk lapisan masyarakat atau pihak atau sektor yang harus dibantu dapat turut dikurangi. Padahal justru dengan pengeluaran itulah pemerintah dapat menjalankan distributifnya. Contohnya : pelaksanaan peran dinamisatif mungkin mengundang kontroversi internal. Apabila pemerintah terlalu berlebihan dalam meyakini kemampuannya sebagai dinamisator, maka yang berkembang berkat kebijaksanaannya boleh jadi hanya tebatas pada lembaga-lembaga di jajarannya (instansi teknis dan perusahaan-perusahaan negara). Di lain pihak, dinamika lembaga-lembaga masyarakat dan perusahaan swasta justru terpasung.
B.     Dasar Teori Pengeluaran pemerintah
Pemerintah dalam mengambil keputusan mengatur pengeluaran ada banyak pertimbangan. Pemerintah tidak hanya meraih tujuan akhir dari setiap kebijaksanaan pengeluarannya, tetapi juga harus memperhitungkan sasaran antara yang akan menikmati atau terkena kebijaksanaan tersebut. Memperbesar pengeluaran dengan tujuan semata-mata untuk meningkatkan pendapatan nasional atau memperluas kesempatan kerja adalah tidak memadai, melainkan harus pula diperhitungkan siapa (masyarakat lapisan mana) yang akan terpekerjakan atau meningkat pendapatannya. Pemerintah pun perlu menghindari agar peningkatan perannya dalam perekonomian tidak justru melemahkan kegiatan pihak swasta.
            Menurut Adolph Wagner tehadap negara-negara Eropa, Amerika Serikat, dan Jepang pada abad ke-19 menunjukkan bahwa aktivitas pemerintah dalam perekonomian cenderung semakin meningkat. Ekonom Jerman ini mengukur dari perbandingan pengeluaran pemerintah terhadap produk nasional. Kemudian oleh Ribard A. Musgrave dinamakan “hukum pengeluaran pemerintah yang selalu meningkat”(law of growing public expenditures).
Menurut Wagner ada lima hal yang menyebabkan pengeluaran pemerintah selalu meningkat. Kelima penyebab tersebut meliputi tuntutan peningkatan perlindungan, keamanan dan pertahanan, kenaikan tingkat pendapatan masyarakat, urbanisasi yang mengiringi pertumbuhan ekonomi, perkembangan demokrasi, dan ketidakefisienan birokrasi yang mengiringi perkembangan pemerintah.
WW Rostow dan RA Musgrave menghubungkan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi. Pada tahap awal perkembangan ekonomi, menurut mereka, rasio investasi pemerintah terhadap investasi total/ dengan perkataan lain juga rasio pengeluaran pemerintah terhadap pendapatan nasional relatif besar. Hal itu dikarenakan pada tahap awal ini pemerintah harus menyediakan berbagai sarana dan prasrana. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi pemerintah tetap diperlukan guna memacu pertumbuhan agar dapat lepas landas. Bersamaan dengan itu porsi pihak swasta juga meningkat. Tahap besarnya peranan pemerintah adalah karena pada tahap ini banyak terjadi kegagalan pasar yang ditimbulkan oleh perkembangan ekonomi itu sendiri. Banyak terjadi kasus eksternalitas negatif, misalnya pencemaran lingkungan, yang menuntut pemerintah untuk turun tangan mengatasinya.
Dalam suatu proses pembangunan, menurut Musgrave, rasio investasi total terhadap pendapatan nasional semakin besar, tapi rasio investasi pemerintah terhadap pendapatan nasional akan mengecil. Rostow berpendapat bahwa pada tahap lanjut pembangunan terjadi peralihan aktivitas pemerintah, dari penyediaan prasarana ekonomi ke pengeluaran –pengeluaran untuk layanan sosial seperti kesehatan dan pendidikan.
Menurut Peacock dan Wiseman mengemukakan bahwa perkembangan pengeluaran pemerintah berdasarkan analisis “dialektika penerimaan-penerimaan pemerintah”. Pemerintah selalu berusaha memperbesar pengeluarannya dengan mengandalkan penerimaan dari pajak. Menurut mereka perkembangan ekonomi menyebabkan pungutan pajak meningkat, meskipun tarif pajaknya mungkin tidak berubah, pada gilirannya mengakibatkan pengeluaran pemerintah meningkat pula. Jadi, pada keadaan normal kenaikan pendapatan nasional menaikan pula baik penerimaan maupun pengeluarann pemerintah. Apabila keadaan normal tadi terganggu, dikarenakan perang atau eksternalitas lain, maka pemerintah terpaksa harus memperbesar pengeluarannya untuk mengatasi gangguan dimaksud. Konsekuensinya, timbul tuntutan untuk memperoleh penerimaan pajak lebih besar. Pungutan pajak yang lebih besar menyebabkan dana swasta untuk investasi dan modal kerja menjadi berkurang. Efek ini disebut efek penggantian (displacement effect). Postulat yang berkenaan dengan efek ini menyatakan, gangguan sosial dalam perekonomian menyebabkan aktivitas swasta  digantikan oleh aktivitas pemerintah. Pengatasan gangguan sering kali tidak cukup hanya diatasi dengan pajak, sehingga pemerintah mungkin harus juga meminjam dana luar negeri. Setelah gangguan teratasi, muncul kewajiban melunasi utang dan membayar bunga. Pengeluaran pemerintah kian membengkak karena kewajiban baru tersebut. Akibat lebih lanjut ialah pajak tidak turun kembali ke tingkat semula meskipun gangguan telah usai.
Jika pada saat terjadinya gangguan sosial dalam perekonomian timbul efek penggantian, maka sesudah gangguan berakhir timbul pula sebuah efek lain yang disebut efek inspeksi (inspection effect). Postulat efek ini menyatakan, gangguan sosial menumbuhkan kesadaran masyarakat akan adanya hal-hal yang perlu ditangani oleh pemerintah sesudah redanya gangguan sosial tersebut. Kesadaran semacam itu menggugah kesediaan masyarakat untuk membayar pajak lebih besar pula. Yang dimaksud dengan analisis dialektika penerimaan-pengeluaran pemerintah. Dalam bahasa grafik, perkembangan pengeluaran pemerintah bukanlah berpola kurva mulus berlereng positif sebagaimana tersirat pada pendapat Rostow-Mugrave, melainkan berlereng positif dengan bentuk patah-patah seperti tangga


C.    Pengeluaran Pemerintah Indonesia
            Dalam neraca anggaran dan pendapatan belanja negara, pengeluaran pemerintah Indonesia secara garis besar dikelompokkan atas pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Pengeluaran rutin pada dasarnya diunsurkan pos-pos pengeluaran untuk membiayai pelaksanaan roda pemerintahan sehari-hari, meliputi belanja pegawai, belanja barang, berbagai macam subsidi (subsidi daerah dan subsidi harga barang) angsuran dan bunga utang pemerintah, serta jumlah pengeluaran lain. Sedangkan pengeluaran pembangunan maksudnya pengeluaran yang bersifat menambah modal masyarakat dalam bentuk prasarana fisik, dibedakan atas pengeluaran pembangunan yang dibiayai dengan dana rupiah dan bantuan proyek.
            Selama Pelita I pengeluaran pemerintah berjumlah Rp3.238,1 miliar, ekitar 62 persen diantaranya berupa pengeluaran rutin. Jumlah pengeluaran selama Pelita II meningkat empat setengah kali lipat (456 persen) menjadi Rp17.997,5 miliar. Proporsi pengeluaran pembangunan sedikit lebih besar dibandingkan pengeluaran rutin, yakni 50,78% berbanding 49,22%. Dalam pelita berikutnya, proporsi pengeluaran pembangunan juga lebih besar daripada pengeluaran rutin. Kenaikan jumlah total pengeluaran tidak lagi sebesar sebelumnya, hanya naik 269 persen. Selama Pelita IV dan Pelita V kembali proporsi pengeluaran rutin lebih besar daripada pengeluaran pembangunan. Kenaikan jumlah total pengeluaran antara Pelita III dan Pelita IV hanya 87 persen, sedangkan antara Pelita IV dan Pelita V naik 111 persen. Dengan demikian, dalam dalam analisis antar Pelita selama era PJP I, terjadi perubahan pola pengeluaran pemerintah. Pengeluaran rutin lebih besar daripada pengeluaran pembangunan dalam Pelita-pelita I, IV, dan V. Hanya dalam Pelita II dan Pelita III porsi pengeluaran pembangunan lebih besar  daripada pengeluaran rutin.
            Pengeluaran pemerintah dapat pulam ditelaah secara sektoral, baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan. Persektoran versi APBN ini berkembang dari satu Pelita ke Pelita berikutnya seiring dengan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Semasa Pelita I , APBN hanya mengenal 13 sektor. Jumlah ini berkembang menjadi 17 sektor pada Pelita II. Kemudian bertambah lagi menjadi 18 sektor semasa Pelita III hingga Pelita V. Sejak Rapelita VI, klasifikasi bidang kehidupan di dalam RAPBN terdiri atas 20sektor dan 47 subsektor.           
            Jumlah pengeluaran pemerintah untuk pembangunan selama PJP I (Pelita I sampai dengan Pelita V). Dilihat secara sektoral, bagian terbesar pengeluaran pembangunan pemerintah teralokasikan untuk sektor perhubungan dan pariwisata. Sektor agama adalah sektor di dalam APBN yang paling sedikit menerima alokasi pengeluaran pembangunan pemerintah. Masih ada dua sektor lain yang selama era PJP I hanya menerima kurang dari setengah persen pengeluaran pembangunan pemerintah, yaitu sektor hukum dan sektor penerangan, pers, dan komunikasi sosial.

Tiga Neraca Pemerintah Pusat
            Dalam sistem neraca keuangan pemerintah pusat dikenal tiga macam neraca, yaitu neraca produksi, neraca penerimaan dan pengeluaran, serta neraca modal. Ketiga neraca ini disusun oleh Biro Pusat Statistik berdsarkan angka-angka realisasi APBN.
a.       Neraca Produksi
Neraca produksi menggambarkan bagaimana proses kegiatan pemerintah dalam menciptakan nilai tambah PDB sektor pemerintah dan pengeluaran konsumsi pemerintah. Neraca ini terdiri atas ayat-ayat biaya (input) dan ayat-ayat produksi (output). Biaya-biaya yang dikeluaran pemerintah dalam penyediaan jasa masyarakat terdiri dari belanja barang, belanja pegawai, penyusutan, serta pajak tidak langsung. Adapun yang dimaksud dengan produksi ialah produksi yang dikonsumsi sendiri, pendapatan dari hasil penjualan barang-barang yang diproduksi, dan jasa yang diberikan.
Neraca Produksi Pemerintah Pusat
Biaya (input)
Produksi (output)
Belanja barang
Produksi yang dikonsumsi sendiri
Belanja pegawai
Penerimaan dari jasa
Penyusutan barang modal
Produksi berupa barang
Pajak tak langsung
-

            Secara lebih spesifik, yang diartikan dengan belanja barang ialah pengeluaran pemerintah untuk pembelian barang-barang yang tidak tahan lama, yang habis dipakai dalam proses produksi. Pengeluaran pemerintah untuk belanja barang meliputi pembelian alat-alat tulis, barang cetakan, dan alat-alat rumah tangga, sewa gudang dan kantor, biaya pengepakan, pengiriman dan penyimpangan barang, biaya rapat, biaya penerimaan tamu, biaya listrik, telepon, teleks, faksimil, dan air, biaya pemeliharaan gedung dan kantor, biaya pemeliharaan kendaraan dan inventaris kantor, biaya perjalanan dinas, bunga dan cicilan utang dalam negeri, yang sebagian besar berupa pembayaran atas tunggakan berbagai rekening instansi pemerintah, serta pengeluararan rutin lainnya.
            Belanja pegawai mencakup unsur-unsur upah dan gaji, baik dalam bentuk uang maupun dalam bentuk barang, iuran untuk dana jaminan sosial, iuran dana pensiun dan berbagai macam asuransi. Penyusutan barang modal adalah penyisihan sebagian pendapatan yang akan digunakan untuk pembelian barang modal baru. Pajak tak langsung yang dimaksudkan di dalam neraca produksi adalah yang dibayarkan oleh pemerintah, jika ada, jadi bukan pajak tak langsung yang diterima oleh pemerintah.
            Sisi produksi terdiri atas produksi yang dikonsumsi sendiri, peneriman dari jasa, dan produksi berupa barang. Yang dimaksud dengan produksi berupa barang ialah penjualan dari barang-baryang akan digunakan untuk pembelian barang modal baru. Pajak tak langsung yang dimaksudkan di dalam neraca produksi adalah yang dibayarkan oleh pemerintah, jika ada, jadi bukan pajak tak langsung yang diterima oleh pemerintah.
            Penerimaan jasa terdiri atas penerimaan sumbangan pendidikan yang diterima oleh sekolah-sekolah dan perguruan tinggi negeri, penerimaan dari rumah sakit pemerintah, penerimaan dari penjualan karcis lembaga-lembaga, serta objek-objek wisata yang dikelola pemerintah, dan penerimaan dari jasa-jasa tenaga kerja dan pekerjaan. Produksi yang dikonsumsi sendiri merupakan penyeimbang. Nilainya diperoleh dengan cara mengurangkan jumlah sisi biaya dengan jumlah penerimaan dari jasa dan produksi berupa barang.

Neraca Penerimaan dan Pengeluaran
            Neraca penerimaan dan pengeluaran memperlihatkan bagaimana proses kegiatan pemerintah pusat dalam membentuk tabungannya. Di sini disajikan semua transaksi lancar (current) yang dilakukan oleh pemerintah. Transaksi dimaksud meliputi transaksi antar pemerintah sendiri, pemerintah dengan swasta, pemerintah dengan badan-badan usaha milik negara, pemerintah dengan rumah tangga, serta transaksi antara pemerintah dengan pihak luar negeri.
Neraca Peneriman dan Pengeluaran Pemerintah Pusat
Pengeluaran
Penerimaan
Pengeluaran konsumsi pemerintah
Laba bersih
Property Income dibayarkan
Property Income diterima
Subsidi-subsidi
Pajak tak langsung
Bantuan sosial
Pajak langsung
Imputasi kesejahteraan pegawai
Pungutan dan denda
Transfer-transfer
Imputasi kesejahteraan pegawai
Tabungan pemerintah
Transfer-transfer

            Laba bersih dalam neraca ini maksudnya keuntungan dari perusahaan milik instansi pemerintah tapi bukan BUMN yang pembukuannya tidak dapat dipisahkan dari instansi yang bersngkutan, misalnya unit atau seksi percetakan dari suatu departemen. Penerimaan kekayaan (Property Income yang diterima) adalah penerimaan yang berasal dari kekayaan milik pemerintah, bersumber dari tiga hal yaitu bunga, laba saham, serta sewa tanah, dan royalti.
            Pajak tak langsung adalah pajak yang dipungut pemerintah melalui konsumen berkenaan dengan barang/jasa yang diproduksi, dijual, dikirim, atau digunakan. Adapun pajak langsung ialah pajak yang dipungut berkenaan dengan pendapatan bersih seseorang atau sebuah perusahaan. Pungutan dan denda meliputi penerimaan yang berhubungan dengan jasa yang diberikan atau fasilitas yang disediakan oleh pemerintah untuk kepentingan masyarakat.
            Pengeluaran konsumsi pemerintah sama dengan produksi pemerintah yang dikonsumsi sendiri. Pengeluaran kekayaan (property income yang dibayarkan) mencakup pembayaran bunga utang luar negeri dan dalam negeri. Subsidi yang dimaksudkan dalam neraca ini termasuk semua bantuan dalam bentuk uang dan barang yang diberikan oleh pemerintah kepada perusahaan swasta dan perusahaan Negara. Bantuan sosial di sini maksudnya ialah bantuan langsung dari pemerintah kepada perorangan dan rumah tangga, misalnya akibat bencana alam. Tabungan pemerintah dalam neraca penerimaan dan pengeluaran merupakan penyeimbang. Angkanya diperoleh dengan cara mengurangkan jumlah seluruh penerimaan dengan jumlah yang sudah dijelaskan.

Neraca Modal
            Proses kegiatan pemerintah dalam membentuk modal (investasi) ditunjukkan oleh neraca modal. Di dalam neraca ini tergambarkan transaksi pemerintah dengan badan-badan serta pihak luar negeri. Transaksi yang tecatat di sini hanyalah transaksi-transaksi yang menyangkut pembentukan modal.
            Perubahan stok terdiri atas stok berbagai macam barang yang akan dipakai, sedang dalam proses pengerjaan, dan barang-barang yang sudah jadi namun belum dijual atau terjual. Pembentukan modal tetap bruto adalah pengeluaran pemerintah untuk pengadaan barang modal dikurangi penjualan barang-barang modal bekas.

Neraca Modal Pemerintah Pusat
Pengeluaran
Penerimaan
Perubahan stok
Tabungan bruto
Pembentukan modal tetap bruto
Penyusutan barang modal
Pembelian tanah
Transfer modal
Pembelian barang modal
Pinjaman bruto
Transfer modal
-

            Dalam publikasi BPS yan terbit sementara ini, nilai untuk pembelian tanah dan pembelian barang modal adi indrawi tergabung dalam ayat pembentukan modal tetap bruto. Transfer modal yang dicatat dalam neraca modal adalah transfer modal yang oleh ihak penerima/ mengurangi penerimaan lancarnya. Transfer modal berlangsung antar tingkatan pemerintahan, antara pemerintah dengan pihak swasta dalam negeri. Serta antara pemerintah dengan pihak lur negeri.
            Sesungguhnya transaksi keuangan pemerintahan pusat terdiri atas dua kelompok dasar, yaitu transaksi anggaran (budgetary) dan transaksi bukan anggaran (nonbudgetary). Transaksi anggaran maksudnya transaksi penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang terencana dan dibukukan di dalam APBN. Transaksi-transaksi itu ditatausahakan melalui rekening-rekening Direktorat Jendral Anggaran. Adapun transaksi non anggaran maksudnya transaksi yang dilakukan oleh pemerintah pusat yang tidak tercatat dalam penerimaan dan pengeluaran APBN.

D.    Faktor-faktor Yang Menyebabkan Peningkatan Pengeluaran Pemerintah
            Ada beberapa hal yang menyebabkan pengeluaran pemerintah meningkat dari tahun ke tahun. Menurut Sadono Sukirno (1984), besarnya pengeluaran pemerintah tergantung kepada faktor-faktor yang bersifat ekonomi maupun yang bersifat sosial dan politik.
a.       Faktor yang bersifat ekonomi, adalah berhubungan dengan tujuan dalam pencapaian penggunaan tenaga penuh tanpa menimbulkan inflasi sehingga pertumbuhan dan perkembangan perekonomian secara keseluruhan dapat berjalan dengan pesat. Masalah ini harus diselesaikan dalam waktu yang cepat dan mendesak. Apabila dana yang ada tidak mencukupi maka salah satu cara adalah dengan melakukan pinjaman-pinjaman dari masyarakat, badan-badan  keuangan dari dalam maupun luar negeri ataupun dengan mencetak uang baru.
b.      Faktor yang bersifat sosial dan politik, merupakan faktor yang menyedot anggaran pengeluaran pemerintah yang terbesar, seperti memperkuat pertahanan dan keamanan, bantuan-bantuan sosial, bantuan musibah bencana alam, menjaga kestabilan politik dan lain-lainnya.
Sedangkan menurut Brownlee et.al (1960), menyebutkan bahwa faktor yang menyebabkan kenaikan dalam pengeluaran pemerintah itu ada 4 (empat) alasan yaitu:
a.       Suatu kenaikan didalam “general level of price”, disini dimaksudkan kalau tidak terjadi perubahan dari jumlah barang-barang serta jasa-jasa dan kalau transfer payment yang dilakukan pemerintah diduga akan menyebabkan kenaikan harga pada umumnya.
b.      Kenaikan pertambahan penduduk dan pembukaan daerah-daerah baru. Hal ini menyangkut dengan bertambahnya permintaan jasa-jasa pemerintah, bertambahnya permintaan pendidikan, berkembangnya jalan-jalan raya, jembatan-jembatan, fasilitas kesehatan dan lain-lain.
c.       Kenaikan permintaan untuk jasa-jasa pemerintah misalnya meningkatnya urbanisasi, meningkatnya permintaan air minum, listrik, balai-balai pengobatan, merupakan juga penyebab membengkaknya anggaran pengeluaran pemerintah.
d.      Peperangan dan keamanan, ini adalah faktor yang sangat penting dalam melindungi masyarakat dan negara terhadap serangan-serangan baik yang datangnya dari dalam maupun dari luar. Biaya-biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk membeli peralatan barang, pembayaran untuk para veteran, membayar hutang-hutang perang, biaya pengobatan, dll adalah bagian terbesar dari pengeluaran anggaran ini.

Akibat-akibat dari Pengeluaran Pemerintah dalam Perekonomian
            Pada negara-negara yang sedang berkembang kegiatan-kegiatan pemerintah memang sangat diperlukan dalam mengalokasikan resources terutama, pendistribusian pendapatan, melakukan transfer dari pemerintah pada masyarakat dan dari masyarakat pada pemerintah. Agar dapat terlaksananya kegiatan ini kadang-kadang dari masyarakat diharapkan kerelaannya menyerahkan resourses yang mereka miliki.
            Hyman (1987) mengatakan bahwa kegiatan pengeluaran pemerintah itu akan membawa pengaruh yang penting dalam kegiatan perekonomian dan juga berakibat pada bidang politik, yaitu:

a.       Terjadinya keseimbangan politik
Pengeluaran pemerintah mengakibatkan terjadinya keseimbangan diantara barang-barang dengan jasa-jasa pemerintah serta tergantung juga kepada kebijaksanaan dalam penetapan pajak dari barang dan jasa-jasa itu. Kebijaksanaan sistem perpajakan yang terlalu sangat mempengaruhi masyarakat terutama pada masa pemilihan umum.
b.      Terjadinya keseimbangan pasar pada umumnya dan adanya efisiensi dan resources yang dipakai masyarakat. Setiap pengeluaran pemerintah akan mempengaruhi harga barang-barang dan jasa-jasa yang berlaku di pasar bebas sehingga akan mempengaruhi tingkat efisiensi di dalam pengelolaan sumber-sumber yang digunakan masyarakat.
c.       Pendistribusian pendapatan
Pendistribusian yang dilakukan pemerintah bukanlah berarti diperoleh dengan cara mengambil pendapatan seseorang kemudian membagikannya  pada orang lain. Jika hal ini terjadi maka daya beli orang tersebut menjadi berkurang sehingga mempengaruhi permintaan dan akan mempengaruhi pula harga pasar. Dalam kenyataannya pemerintah menggunakan kebijaksanaan pengeluaran-pengeluaran sedimikian rupa dalam mempengaruhi barang dan jasa, tidak mengurangi penghasilan masyarakat serta terjadinya pendistribusian pendapatan yang lebih merata.




BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Dalam perekonomian modern, peranan pemerintah dapat dipilah dan ditelaah menjadi empat macam kelompok peran, yaitu :
1.      Peran alokatif, yakni peranan pemerintah dalam mengalokasikan sumber daya ekonomi yang ada agar pemanfaatannya bisa optimal dan mendukung efisiensi produksi.
2.      Peran distribusi, yakni peranan pemerintah dalam mendistribusikan sumber daya, kesempatan dan hasil-hasil ekonomi secara adil dan wajar.
3.      Peran stabilisatif, yakni peranan pemerintah dalam memelihara stabilitas perekonomian dan memulihkannya jika berada dalam keadaan disequilibrium.
4.      Peran dinamisatif, yakni peranan pemerintah dalam menggerakkan proses pembangunan ekonomi agar lebih cepat tumbuh, berkembang, dan maju.
Dalam sistem neraca keuangan pemerintah pusat dikenal tiga macam neraca, yaitu neraca produksi, neraca penerimaandan pengeluaran, serta neraca modal. Ketiga neraca ini disusun oleh Biro Pusat Statistik berdsarkan angka-angka realisasi APBN.
Ada beberapa hal yang menyebabkan pengeluaran pemerintah meningkat dari tahun ke tahun. Menurut Sadono Sukirno (1984), besarnya pengeluaran pemerintah tergantung kepada faktor-faktor yang bersifat ekonomi maupun yang bersifat social dan politik.
Pada negara-negara yang sedang berkembang kegiatan-kegiatan pemerintah memang sangat diperlukan dalam mengalokasikan resources terutama, pendistribusian pendapatan, melakukan transfer dari pemerintah pada masyarakat dan dari masyarakat pada pemerintah.








DAFTAR PUSTAKA

Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Ilyas, Marzuki. 1989. Ilmu Keuangan Negara (Publik Finance). Jakarta: FKIP Universitas Syiah Kuala.


APBN 2005 samapai 2010 Diakses dari http://www.fiskal.depkeu.go.id/ webbkf/download /datapokok-ind2010.pdf  pada tanggal 10 Desember 2010.